KADIS PUPR DIDUGA MENGHINDAR SAAT DISOROT SOAL PROYEK GEDUNG DPRD: APM DIHADANG, KETERANGAN DI KANTOR PUPR PENUH TANDA TANYA
Padang — Suasana janggal terjadi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang pada Senin (17/11/2025). Aliansi Pemuda Minangkabau (APM), yang datang membawa data terkait dugaan kelebihan bayar proyek pembangunan Gedung DPRD Kota Padang senilai Rp2,243 miliar, gagal bertemu dengan pejabat kunci di dinas tersebut. Keberadaan Kepala Dinas PUPR, Tri Hadiyanto, dan jajaran struktural lain justru menjadi tanda tanya besar.
APM tiba di Kantor Dinas PUPR sekitar pukul 14.00 WIB. Aksi berjalan tertib, hingga sebagian massa mencoba mendekat ke pintu kantor untuk menyampaikan aspirasi secara langsung. Namun langkah itu terhenti ketika mereka dihadang Kanit Satintelkam Polsek Padang Barat. Massa diminta tetap berada di luar pagar, sementara akses menuju kantor tertutup.
Publik yang menunggu penjelasan resmi dari Kadis PUPR pun tidak mendapat kepastian—Tri Hadiyanto tidak muncul sama sekali.
Alasan Perjalanan Dinas Tak Jelas
Melalui koordinasi dengan aparat kepolisian yang berada di lokasi, staf PUPR menyampaikan bahwa Sekretaris Dinas tengah mengikuti rapat di Balaikota, sementara Kepala Dinas disebut sedang dinas ke Jakarta. Namun informasi tersebut tidak diikuti rincian soal agenda, tujuan, maupun lamanya perjalanan dinas.
Saat APM dan pihak kepolisian mencoba menggali penjelasan lebih lanjut kepada sejumlah staf, jawaban yang muncul justru seragam: tidak tahu. Beberapa staf bahkan memilih menghindar ketika ditanya soal keberadaan Kadis serta agenda perjalanan dinas yang dimaksud.
Keterangan dari petugas keamanan kantor juga tidak lebih informatif. Security menyebut hanya mengetahui bahwa “Bapak sedang keluar”, tanpa memastikan apakah benar sedang dinas atau hanya tidak berada di tempat.
Keterangan Staf Takut Bicara
Informasi sedikit lebih rinci justru datang dari seorang staf bernama Rizky, melalui penyampaian aparat. Ia menyebut Kadis PUPR berada di Jakarta, namun tidak dapat memberikan detail lanjutan. Menurut keterangan aparat, staf tersebut enggan memberikan penjelasan lebih jauh karena takut dimarahi atasan.
Pada titik ini, menurut APM, tampak pola yang mencurigakan: Kadis tidak berada di kantor, Sekdis tidak bisa ditemui, staf mengaku tidak tahu atau takut berbicara, serta alasan perjalanan dinas yang tidak memiliki dasar dokumentatif.
Padahal, proyek pembangunan Gedung DPRD Kota Padang merupakan pekerjaan bernilai ratusan miliar rupiah yang saat ini tengah disorot setelah adanya temuan BPK mengenai dugaan kelebihan bayar.
APM: “Kami Datang dengan Data Resmi, Bukan Isu Liar”
Koordinator Aksi APM, Nanda Wira, menegaskan bahwa APM hadir dengan membawa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK serta kajian hukum terkait proyek tersebut.
“Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, seharusnya Kadis PUPR berani muncul di hadapan publik, menjelaskan, dan membuka dokumen. Tapi yang kami dapat justru jawaban tidak jelas, staf takut bicara, dan alasan perjalanan dinas yang tidak bisa diverifikasi,” tegasnya.
APM menyatakan akan kembali mendatangi kantor Dinas PUPR pada Rabu (19/11/2025). Mereka memberi kesempatan kepada Kadis PUPR untuk hadir dan memberi penjelasan terbuka. Jika kembali tidak hadir tanpa alasan yang terukur, APM memastikan akan membawa kasus ini ke ranah pelaporan resmi dugaan tindak pidana korupsi.
Aksi Bubarkan Diri, Isu Justru Makin Panas
Aksi APM berakhir damai sekitar pukul 17.15 WIB. Namun bubarnya massa bukan berarti meredanya tekanan publik. Justru, rangkaian peristiwa hari itu—mulai dari pejabat yang tidak dapat ditemui, keterangan yang berbelit, hingga staf yang takut bicara—memunculkan tanda tanya baru dalam dugaan skandal proyek Gedung DPRD.
Dari sisi pembacaan investigatif, beberapa poin penting mencuat:
- Temuan BPK mengenai kelebihan bayar Rp2,243 miliar adalah fakta audit, bukan sekadar asumsi.
- Pengembalian dilakukan melewati batas 60 hari sehingga membuka potensi masuk ke ranah pidana.
- Ketidakhadiran Kadis dan Sekdis pada momen krusial menunjukkan lemahnya transparansi birokrasi.
- Sikap staf yang enggan berbicara karena takut ditegur atasan mengindikasikan kultur birokrasi yang tertutup.
APM menyatakan akan membawa seluruh rangkaian kejadian ini ke Kejaksaan Negeri Padang, Kejaksaan Tinggi Sumbar, Polda Sumbar, Walikota Padang, hingga KPK. “Tekanan jalanan hanya bab pertama. Bab berikutnya adalah pembuktian hukum,” ujar APM.
Hingga berita ini di tayangkan awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak pihak Terkait, dan masih membuka peluang buat klarifikasi terkaitberita yang kami tayangkan
(Tim)



No comments