Recent comments

Breaking News

KLHK Awasi Ketat Tiga Tambang di Padang Pariaman, Dugaan Pelanggaran Berpotensi Pidana



Padang Pariaman — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memasang plang pengawasan di sejumlah lokasi tambang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Langkah ini diambil menyusul dugaan pelanggaran serius terhadap aturan lingkungan yang dinilai berkontribusi pada meningkatnya risiko bencana ekologis di wilayah tersebut.


KLHK bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumatera Barat melakukan pengawasan terhadap tiga perusahaan tambang, yakni PT Fathul Jaya Pratama, CV Bumi Perdana, dan CV Sayang Ibu Sejati.


Pemasangan plang pengawasan serta pengetatan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang diduga melanggar ketentuan perizinan dan kewajiban pengelolaan lingkungan.


Pengawasan dilakukan pascabencana galodo besar yang melanda Sumatera Barat, dengan keterangan resmi disampaikan pada Jumat (12/12/2025).


Lokasi tambang berada di Kabupaten Padang Pariaman, khususnya di kawasan hulu Sungai Durian, Nagari Kampuang Tanjung Koto Mambang Sungai Durian, Kecamatan Patamuan—wilayah yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan penyangga ekosistem sungai.


Ketiga perusahaan diduga melakukan pelanggaran berat, mulai dari izin usaha pertambangan (IUP) yang telah kedaluwarsa, tidak memiliki dokumen lingkungan, hingga tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pascatambang. Aktivitas tersebut dinilai memperparah kerusakan kawasan hulu dan meningkatkan potensi bencana lanjutan.

Sorotan utama tertuju pada PT Fathul Jaya Pratama, perusahaan penambangan tras yang diduga kembali beroperasi sejak Juni 2025 meskipun IUP telah berakhir pada 2023.

“Ini bukan sekadar soal izin. Perusahaan tersebut tidak memiliki dokumen lingkungan, tidak menjalankan pengelolaan lingkungan, dan tidak melaksanakan kewajiban pascatambang,” ujar Kepala DLH Sumbar, Tasliatul Fuadi.


KLHK memasang plang pengawasan sebagai langkah awal penegakan hukum. Saat ini, DLH Sumbar bersama KLHK tengah melakukan verifikasi dokumen perizinan, pengumpulan bukti lapangan, serta kajian dampak lingkungan untuk menentukan langkah lanjutan, termasuk sanksi administratif hingga proses hukum pidana.


Aspek Hukum: Dugaan Pelanggaran Berpotensi Menjerat Pemilik Perusahaan

Secara hukum, aktivitas pertambangan tanpa izin sah dan tanpa dokumen lingkungan tidak hanya melanggar ketentuan administratif, tetapi berpotensi masuk ke ranah pidana.

Apabila terbukti melakukan penambangan tanpa izin, maka pelaku usaha dapat dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mengancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Selain itu, dugaan tidak adanya izin dan dokumen lingkungan berpotensi melanggar Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dengan ancaman pidana penjara 1–3 tahun serta denda hingga Rp3 miliar.

Lebih jauh, jika aktivitas pertambangan terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan serius atau memperparah bencana seperti banjir dan galodo, maka Pasal 98 ayat (1) UU PPLH dapat diterapkan. Pasal ini mengatur pidana penjara 3–10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar bagi pelaku yang dengan sengaja melampaui baku kerusakan lingkungan.

Tanggung Jawab Pidana Korporasi

Dalam ketentuan hukum lingkungan, pertanggungjawaban pidana tidak hanya dibebankan kepada badan usaha, tetapi juga dapat menjerat pemilik perusahaan, direktur, atau pihak yang memberi perintah.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 116 UU PPLH, yang menyatakan bahwa apabila tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka tuntutan pidana dapat dikenakan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah atau bertindak sebagai pengendali kegiatan.

Dengan demikian, apabila penyidikan membuktikan adanya unsur kesengajaan atau pembiaran, pemilik atau pengurus perusahaan secara hukum dapat ditangkap dan diproses pidana, bukan sekadar dikenai sanksi administratif.


Tasliatul Fuadi menegaskan bahwa pemasangan plang pengawasan bukan akhir dari proses.
“Kami sedang melakukan verifikasi menyeluruh. Jika ditemukan pelanggaran lebih dalam, proses hukum akan berjalan. Tidak boleh ada aktivitas tambang yang mengorbankan keselamatan masyarakat dan merusak fungsi kawasan lindung,” tegasnya.

Langkah KLHK ini menjadi sinyal kuat bahwa praktik pertambangan yang mengabaikan aturan lingkungan, khususnya di wilayah rawan bencana seperti Sumatera Barat, tidak lagi mendapat toleransi. Publik kini menanti tindak lanjut aparat penegak hukum agar pengawasan ini berujung pada penindakan nyata, bukan sekadar peringatan administratif.


(Red) 

No comments