Recent comments

Breaking News

Proyek Irigasi Rp56 Miliar BWSS V Padang: Ketika Pengawasan Diduga Mandul dan Pelanggaran Terlihat Jelas di Depan Mata



Padang  PN—Di salah satu sudut Limau Manis, deretan tumpukan batu yang masih diselimuti lumpur tampak menjadi pondasi bangunan irigasi baru. Proyek bernilai Rp56 miliar yang dikerjakan PT Brantas Abipraya (Persero) di bawah koordinasi BWSS V Padang ini sejatinya ditujukan untuk memperbaiki jaringan irigasi strategis. Namun fakta lapangan menunjukkan sesuatu yang jauh dari standar “proyek prioritas nasional”.


Hasil investigasi pada 8 November, sebagaimana di lansir dari media Mitrarakyat.com, membuka sederet kejanggalan yang sulit dijelaskan, kecuali jika fungsi pengawasan di lapangan benar-benar tidak berjalan.



---


Pelanggaran yang Terlihat Jelas: Batu Berlumpur, Mortar Tanpa Takaran, dan Pekerja Tanpa APD


Di titik pekerjaan Limau Manis, sejumlah pelanggaran teknis tampak menonjol:


batu pasangan yang seharusnya bersih, justru masih berlumpur,


susunan batu terlihat tidak terkunci rapat,


adukan mortar diproduksi tanpa takaran,


pekerja tidak memakai APD,


material diduga berasal dari quarry yang belum berizin.



Semua temuan ini bukan sekadar kekurangan kecil. Ini adalah red flag, indikator klasik pekerjaan yang berpotensi gagal sejak awal. Dalam kondisi pengawasan normal, mustahil pelanggaran semacam ini tidak terlihat oleh konsultan pengawas maupun BWSS V. Namun pekerjaan tetap berjalan seolah semuanya baik-baik saja.



---


Pertanyaan Serius: Di Mana Pengawas BWSS V Saat Pelanggaran Terjadi?


Standar proyek irigasi sangat ketat. Pengawas wajib memeriksa mutu adukan setiap hari, memastikan material tersertifikasi, mengecek kebersihan batu, hingga memberi instruksi pembongkaran jika ada pekerjaan yang tidak sesuai teknis.


Namun fakta lapangan menunjukkan sebaliknya: pekerjaan yang diduga melenceng dari spesifikasi tidak dihentikan. Tidak ada tanda pembongkaran. Tidak ada koreksi. Tidak ada tindakan tegas.



---


Dugaan Material Ilegal Masuk Bebas: Kontrol Rantai Pasok Seakan Lumpuh


Yang paling mencengangkan adalah dugaan masuknya material dari quarry yang belum berizin. Sopir truk yang ditemui di lokasi disebut mengakui hal itu. Tidak ditemukan dokumen SKAB, tidak ada pemeriksaan legalitas material, dan tidak ada penolakan dari pihak proyek.


Dalam prosedur resmi, satu truk material ilegal saja seharusnya langsung dihentikan. Namun temuan menunjukkan arus material melenggang bebas tanpa hambatan, seakan seluruh sistem kontrol dari kontraktor, konsultan, hingga BWSS V hanya menjadi formalitas.



---


Pengawas Diduga Absen: Kesalahan Dasar Tak Tersentuh Instruksi


Beberapa temuan lapangan tampak sangat mendasar:


1. Batu berlumpur tetap dipasang. Dalam proyek konstruksi, ini adalah kesalahan “kelas pemula”.



2. Metode pelaksanaan tidak mengikuti RMP. Pekerjaan berjalan sesuka hati tanpa standar teknis.



3. Tidak ada instruksi pembongkaran kerja cacat. Biasanya, pengawas langsung menghentikan dan membongkar pekerjaan yang salah.



4. Tidak ditemukan catatan koreksi atau site instruction. Padahal ini adalah jejak formal yang harus ada bila pengawas benar bekerja.




Kekuatan temuan ini menimbulkan dugaan bahwa pengawasan di lapangan tak lebih dari formalitas administrasi.



---


BWSS V Diduga Tutup Mata: Proyek Besar, Kontrol Lemah


Sebagai instansi yang memegang kendali proyek, BWSS V memiliki tanggung jawab penuh terhadap mutu pekerjaan. Namun serangkaian temuan—mulai dari penggunaan material yang belum jelas legalitasnya, metode kerja yang tidak standar, hingga dugaan pengabaian keselamatan pekerja—memunculkan tanda tanya besar: mengapa proyek sebesar ini bisa berjalan tanpa kontrol ketat?


Apalagi proyek ini tidak kecil. Total nilai: Rp56 miliar, cakupan 32 titik pekerjaan, dan berstatus program prioritas nasional. Justru pada proyek seperti inilah pengawasan seharusnya paling kuat.



---


Pendapat Ketua LMR-RI SUMBARI, Ir. Sutan Hendi Alamsyah


Ketua LMR-RI Sumatera Barat, Ir. Sutan Hendi Alamsyah, menegaskan bahwa temuan lapangan ini sangat mengkhawatirkan. Menurutnya:


"Jika benar pengawasan hanya formalitas, sementara pelanggaran mendasar seperti penggunaan batu berlumpur dan material tanpa izin terjadi, ini menunjukkan ada pembiaran yang sangat serius. Proyek prioritas nasional semestinya menjadi contoh, bukan justru menimbulkan keraguan publik. Kami menuntut klarifikasi dari BWSS V dan kontraktor agar persoalan ini segera ditindaklanjuti."


Ia menambahkan, lembaganya siap memfasilitasi audit independen agar temuan di lapangan bisa diverifikasi secara transparan dan publik mendapatkan jawaban yang jelas.



---


Aroma Pembiaran? Publik Menunggu Jawaban


Hingga berita ini diturunkan, BWSS V dan PT Brantas Abipraya belum memberikan penjelasan resmi atas temuan tersebut. Kontraktor disebut menghindari konfirmasi di lapangan. Kondisi ini semakin memperkuat dugaan adanya kelemahan serius dalam rantai pengawasan.



---


Kesimpulan Investigasi Sementara


Rangkaian temuan di lapangan menunjukkan:


pekerjaan diduga tidak sesuai spesifikasi,


penggunaan batu berlumpur dan mortar tanpa takaran,


material diduga berasal dari quarry tanpa izin,


pengawasan konsultan dinilai lemah, bahkan nyaris tak terlihat,


BWSS V diduga tidak melakukan kontrol efektif.



Jika kondisi ini terus dibiarkan, proyek rehabilitasi irigasi bernilai miliaran rupiah ini berpotensi menghasilkan struktur yang tidak bertahan lama, mengancam keberlanjutan jaringan irigasi, dan berujung pada kerugian publik.



---


Sesuai Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4, media memberikan ruang klarifikasi bagi pihak yang diberitakan. Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait masih diberikan kesempatan menjawab temuan investigasi. Berita ini disusun untuk mengutamakan kebenaran informasi, keseimbangan, dan hak jawab pihak terkait.


(TIM) 

---

No comments